Kebebasan, Keadilan dan Persamaan
Elias Sengor
Terlahir dengan nama Edward Green, Sengor, tinggal di Boston. Dia mengnlami masa kanak-kanak yang suram, lalu menjalani kehidupan sebagai seorang penjahat, dam keluar-masuk penjara. Islam, katanya, membebaskannya dari serangkaian kejahatan, dan sekarang dia hidup dalam kehidupan yang lebih baik, dipandang dari sudut hukum, dengan bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan besar di New England.
Suatu kali saya diajak untuk pergi ke masjid. Saat itu saya tidak tahu apa-apa tentang Islam. Orang itu bertanya pada saya, "Apa kamu mau pergi hari Minggu untuk bersenang-senang?" Saya pikir dia bermaksud mengajak pergi ke pesta. Kemudian ketika hari Minggu tiba saya tidak ingin pergi; saya ingin santai. Saya bilang, "Saya tidak mau pergi." Orang itu tidak peduli. Dia berkata, "Katanya kamu mau ikut." Dia membuat saya merasa bersalah.
Mereka membawa saya ke kuil Roxbury, dan saya melihat rekan-rekan wanita itu. Saya menjadi curiga. Mereka memperlihatkan Muhammad Speaks pada saya di mobil. Semua itu merupakan hal baru bagi saya.
Saya ingat saat itu saya mengalami semacam halusinasi, sepertinya saya pernah berada di sana. Saya tahu itu bersifat religius tetapi saya pikir itu semacam gereja kulit hitam.
Saya ingat ada papan tulis di atas panggung. Di satu sisi terdapat simbol salib dan di bawah salib itu tertulis "Perbudakan, Penderitaan dan Kematian". Dan di sisi yang lain dari papan tulis itu terdapat simbol bintang merah dan bulan sabit. Di bawahnya tertulis "Kebebasan, Keadilan dan Persamaan". Di atasnya tertulis "Siapa yang akan selamat dari perang Armageddon? Yang mana yang akan selamat dari perang Armageddon?"
Kemudian saya melihat orang yang berkulit bersih itu jalan dan berdiri di atas panggung. Dia berjabat tangan dengan asisten menteri. Kemudian asisten tersebut memperkenalkan sang menteri, dia adalah Louis X. Orang yang pertama itu membuat saya terpana, terpesona, dan tenggelam dalam ucapannya. Dan ketika Louis X berdiri dan mulai berbicara, dia begitu berkobar-kobar dan hati saya terpaut pada Islam mulai saat itu.
Ketika berumur delapan belas tahun, saya pergi ke New York. Saya tidak memiliki pekerjaan, lalu saya berjumpa seseorang di New York. Dia melibatkan saya dalam perampokan bersenjata. Jadi pada usia delapan belas tahun saya telah melakukan perampokan. Saya melarikan diri dengan hasil rampokan itu.
Kami pergi ke sebuah toko pakaian wanita dan merampok toko pakaian itu. Itu merupakan perampokan pertama yang saya lakukan. Setelah itu kami berpisah dan saya mulai melakukan perampokan sendiri. Saya melakukannya seolah-olah saya bangun pagi lalu pergi bekerja. Pekerjaan saya adalah merampok.
Saya merampok toko perhiasan di sekitar Fifty-sixth Street Manhattan. Saya tertangkap dan masuk penjara.
Mereka mengirimkan saya ke Elmira, kemudian ke Green Haven [Lembaga Pemasyarakatan]5
Saya tidak pernah meninggalkan Injil, Al-Quran, dan buku The Message to the Blackman.6 Saya mendalami semua itu. Pada 1967 saya menjadi orang yang berbeda.
Saya ingat, waktu itu petugas penjara membuka buku itu dan merobek-robek halaman-halamannya. Dia menikmati hal itu. Dia membuka Al-Quran, melemparkannya ke lantai --semua itu dilakukan untuk membuat saya tersinggung. Saya tetap berdiri di luar ruangan itu. Dia mengambil Al-Quran dan Injil, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam, lalu mengunci saya sebagai hukuman karena saya memiliki buku-buku Islam.
Saya memimpin kegiatan agama pertama yang diizinkan oleh sistem penjara di New York. Yang pertama memperbolehkannya adalah penjara Sing Sing. Itu terjadi pada 1971 atau 1972. Sebagian besar orang yang masuk Islam pada 1950 atau 1960-an adalah pelaku kriminal atau orang miskin. Saya tidak pernah lagi di penjara sejak tahun '76.
Saya tahu bahwa saya akan menjadi seorang Muslim seumur hidup, sejak hari pertama saya mendengar ceramah itu. Saya orang yang fanatik terhadap hal-hal seperti itu. Itu akan berlangsung lama. Apabila sebagian besar umur Anda dilewatkan sebagai seorang penjahat dan tiba-tiba Anda mendengar tentang kebenaran, Anda tidak akan mudah. Anda butuh waktu untuk berubah. Islam tidak seekstrim itu. Sekarang saya lebih suka mendengar tentang Islam, berada di masjid, menjadi mubalig, hidup tenang, optimis, dan segala sesuatunya berjalan dengan sempurna. Hati dan pikiran saya menjadi Muslim sejak hari pertama, tetapi itu tumbuh secara bertahap. Pertemuan pertama itu memang merupakan unsur terbesar yang menggerakkannya. Tetapi hal terbaik yang telah terjadi pada saya adalah ketika saya meringkuk di penjara selama sebelas tahun, menjalani penyiksaan penjara. Saya telah menyaksikan situasi yang paling sadis yang pernah terjadi pada orang-orang yang percaya pada Allah. Saya melihat mereka menghajar rekan-rekan Muslim tersebut.@
Sumber: Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X oleh Steven Barbosa. Mizan, Bandung. 1995
Home » mengapa aku masuk islam » Kebebasan, Keadilan dan Persamaan
Kebebasan, Keadilan dan Persamaan
Label: mengapa aku masuk islam