Ucapan selamat kepada Non Muslim

Indonesia yang penuh dengan kemajemukan masyarakat dan agamanya menyebabkan terjadinya beberapa kesalahpahaman dalam ajaran umat Islam. Tak jarang atas dalih toleransi, umat Islam melakukan sesuatu yang sebenarnya diharamkan agama. Padahal jauh hari Rasulullah telah memperingatkan hal ini. Maka di kesempatan ini kita akan membahas bersama sejauh mana syariat memandang hukum mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir.

Pengertian tahniah atau mengucapkan selamat
Menurut bahasa
Al-Fairuz Abadi dalam kamusnya, al-Hani’ dan al-mahna’ adalah sesuatu yang mendatangimu tanpa kesulitan. Tahniah/tahni’ merupakan kata berlawanan dengan ‘Azza (Lihat al-Qamus: hani’)
Menurut istilah
Adalah kalimat ringan yang diucapkan seseorang pada suatu kesempatan, yang menyenangkan bagi orang lain.
1. Hukum menerima ucapan selamat dari non muslim
Jika mereka mengucapkannya pada hari raya kita dan semata demi kepentingan agama kita, maka mutlak hal itu boleh dan kita disyariatkan untuk menerimanya. Karena pada dasarnya ucapan mereka tidak menyalahi syariat, tentunya dengan ketentuan-ketentuan di bawah ini.
Jika mereka mengucapkannya pada hari rayanya dan semata demi kepentingan agamanya, maka kita dilarang menjawabnya. Karena hal itu tidak pernah disyariatkan dan menjawabnya berarti mengakui kebatilan yang mereka lakukan.
2. Hukum memberi selamat pada non muslim
Ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Ada yang mengatakan boleh dan tidak. Ibnu Qudamah mengatakan dalam al-Miqna’i, “Ada dua riwayat tentang mengucapkan selamat, berbelasungkawa dan mengunjungi non muslim. Dalam syarahnya: “Ucapan selamat dan belasungkawa keluar saat berkunjung pada non muslim.”
Pertama, tidak boleh berkunjung. Sebab, Nabi e melarang memulai salam kepada non muslim terlebih dahulu. Ini adalah makna yang terkandung dalam pernyataan di syarah. Kedua, boleh berkunjung. Sebab, Nabi e pernah mengunjungi seorang pemuda Yahudi yang sedang sakit. Beliau duduk di sisi tempat kepalanya berbaring lalu bersabda, “Masuklah Islam.” Beliau memandang ayah pemuda itu. Ayahnya mengatakan, “Nak, patuhilah Abul Qasim dan ucapkanlah salam.” Lalu Nabi e berdiri seraya bersabda, “Alhamdulillah, Dzat yang telah membebaskannya dari api neraka sebab aku.” (HR. Bukhari – al-Miqna’ dan Syarah 10/456)
Mengucapkan selamat pada non muslim yang tidak ada kaitannya dengan akidah dan agama, tetapi untuk keperluan biasa seperti kepada anak-anak, mendoakan selamat dalam perjalanan dan sebagainya, diperbolehkan berdasarkan firman Allah I, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah: 8)
Fitrah anak pada dasarnya adalah Islam. Maka dengan mengucapkan selamat, mungkin anak-anak non muslim dapat terarah menuju Allah I. Hal ini merupakan teladan Nabi. Nabi e secara perlahan-lahan melakukan dakwah. Beliau tidak pernah memerintah para eksekutor untuk memaksa orang-orang yang masih keras kepala terhadap risalahnya. Beliau bersabda, “Berdoalah agar Allah membebaskan orang-orang yang menyembahnya dari makar orang kafir.” (Shahih Muslim)
Demikian pula mendoakan selamat dalam perjalanan. Mungkin dengan ini hati mereka dapat luluh dan menjadi takjub akan kebesaran agama Islam.
Sedangkan jika berhubungan dengan akidah non muslim, maka mutlak diharamkan. Firman Allah I, “Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Alah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya.” (QS. al-Mujadalah: 22)
Demikian pula dengan atribut-atribut khusus milik mereka, haram sebagaimana penjelasan Ibnu Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah 1/144, “Jika non muslim yang mengucapkannya pada kita, maka kita tidak boleh menjawabnya. Karena hari raya mereka bukanlah hari raya kita dan pada waktu itu murka Allah turun. Mungkin saja hari raya itu mereka buat-buat sendiri. Jika disyariatkan, maka dengan sendirinya telah terhapus dengan datangnya Islam.”(Ringkasan /Majmu’ al-Fatawa 3/69)

Prinsip-prinsip Mengucapkan Selamat dari dan kepada orang kafir
1. Tidak mengakibatkan hati berpaling dan berbunga-bunga dan menimbulkan kasih sayang, baik ucapan itu berasal dari kita atau dari mereka.
2. Ucapan itu tidak berhubungan dengan perbuatan syirik, kufur, bid’ah dan fasik seperti hari raya kelahiran al-Masih atau hari kebangsaan. Karena hal itu sama saja dengan mengakui perbuatan syirik dan bid’ah mereka.
3. Tidak mengucapkan salam terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan hadits shahih, “Janganlah kamu memulai dengan berucap salam pada orang Nasrani dan Yahudi…”
4. Tidak mengandung pengagungan atau melebih-lebihkan. Hal ini berdasarkan hadits shahih, “Janganlah kamu memanggil ‘tuan’ pada orang munafik.”
5. Tidak memakai istilah yang hanya digunakan non muslim. Ibnu al-Qayyim mengatakan dalam Ahkam Ahli Dzimmah 1/144, “ Mengucapkan selamat dengan kata-kata yang biasa dipakai non muslim adalah haram menurut kesepakatan ulama. Seperti ucapan, “Selamat hari raya,” “Semoga hari raya mendatangkan keselamatan bagimu,” dan sebagainya. Ucapan ini jikalah yang mengucapkannya selamat dari kekafiran, maka dia telah terjatuh pada hal yang diharamkan agama. Ucapan tersebut sama halnya seperti mengucapkan selamat kepada orang yang bersujud kepada salib. Bahkan di sisi Allah dosa dan siksanya lebih besar dibanding menganjurkan seseorang minum minuman keras, membunuh atau berzina. Banyak kalangan yang tidak mengenal agama terjebak dalam hal ini. Mereka tidak mengetahui betapa buruknya perbuatan mereka. Sebab, orang yang menganjurkan atau rela dengan kemaksiatan, bid’ah atau kekufuran, berarti dia telah siap akan murka Allah yang akan menimpanya.
Demikian ini pula fatwa Ibnu Utsaimin dalam Fatawa-nya (3/54)
6. Bukan karena kedudukan atau pangkat tinggi mereka. Karena hal itu adalah bentuk kepercayaan dan ketundukan pada mereka. Allah I berfirman, “Dan janganlah kamu cenderung pada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu tersentuh api neraka.” (QS. Hūd: 113)
Para salafusshalih tidak pernah melakukan hal ini.
Syaikh Hamud al-Uqala mengatakan, “Mengucapkan selamat dan keberuntungan pada non muslim karena kedudukan tinggi mereka adalah haram menurut syariat. Sebab hal itu merupakan bentuk kepercayaan dan ketundukan terhadap mereka. (Ringkasan dari Shaid al-Fawaid ‘ala al-Syabakah al-‘Alamiyah)