SEJARAH 4 MADZHAB FIQH: Madzhab Hanafi

Sejak abad kedua hijriah, atau abad kedelapan masehi, dunia Islam telah mengenal 4 madzhab fiqih (4 metodologi memahami sumber-sumber hokum Islam). Ke empat madzhab tersebut adalah : madzhab Hanafi, madzhab maliki, madzhab Syafi’I dan madzhab Hambali.
Tulisan berikut ini adalah menjelaskan berseri tentang sejarah 4 madzhab tersebut :
MADZHAB HANAFI :
a. Sekilas tentang masa munculnya madzhab tersebut :
Kelahiran Abu Hanifah bertepatan dengan permulaan perkembangan daulah Bani Umayyah, pada masa raja Abdul Malik bin Marwan.
Diawal hidupnya, Abu Hanifah sempat mengalami hidup pada kekuasaan Al Hajjaj ats Tsaqofi atas Iraq. Dia ikut menyaksikan kekejamannya atas setiap lawan politik dinasti Umayyah.
Sebagaimana, dia juga sempat mengenyam, pada masa mudanya, pemerintah Umar bin Abdul Aziz, yang dikenal sebagai seorang penguasa yang adil lagi soleh.
Namun, Abu Hanifah juga sempat menyaksikan masa-masa kemunduran kekuasaan dinasti Umayyah dan kehancurannya. Lalu muncullah dinasti Abasiyyah sebagai penggantinya.
Abu Hanifah wafat pada masa pemerintahan raja al Mansur tahun 150 H.
Pada masa abu Hanifah, kerajaan Islam mencapai puncak kejayaannya. Kekuasaannya mencapai samudra atlantik ke arah barat. Sedang kearah timur mencapai daratan Cina. Bahkan sebagian daratan Eropa sempat berada di bawah kekuasaan Islam.
Karena luasnya daerah kekuasaan Islam, jauhnya jarak antar daerah-daerah kekuasaan tersebut, perbedaan suku dan bangsa, perbedaan kebudayaan, keanekaragaman kebutuhannya, maka dibutuhkannya pondasi yang kokoh untuk membangun sebuah kekuasaan dan undang-undang yang mengatur hubungan luar negeri, baik pada masa damai atau masa perang.
Dari keadaan yang seperti itu, pada masa abu Hanifah muncul-muncul kelompok-kelompok keagamaan yang bekerja keras untuk menyebarkan pendapatnya. Sehingga sering timbul perselisihan dan perdebatan. Lalu mulailah penulisan ilmu pengetahuan. Penerjemahan berbagai macam ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa juga mulai dilakukan sehingga pemikiran Yunani dan Persia masuk ke dunia Islam.
Saat itu Iraq menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Dinasti Abasiyyah memilihnya sebagai pusat pemerintahan.
Dibumi Iraq yang penuh dengan pergolakan ilmu inilah Abu Hanifah dilahirkan dan tumbuh menjadi dewasa.
b. Kelahiran Abu Hanifah :
Abu Hanifah lahir pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 150 H. Namanya an Nu’man bin Tsabit bin Zuti, yang berasal dari keturunan Persia.
Ayahnya, Tsabit dilahirkan sebagai seorang muslim. Sempat bertemu Ali bin Tholib ra di masa kecilnya.
Abu Hanifah sendiri termasuk Atbaa’u Tabi’ien. Dia hidup dalam satu maa dengan 4 sahabat Rasululloh. Mereka adalah : Anas bin Basrah, Abdullah bin Abi Aufa di Kufah, Sahal bin Saat as Saidi di Madinah dan Abu Tufail ‘Amir bin Wailah di Makkah. Akan tetapi, dia tidak pernah dengan mereka.
Pada masa mudanya, Abu Hanifah seorang pedagang di kota Kufah, yang dihuni oleh banyak ulama dan ahli fiqih. Sehingga dia pun tertarik untuk belajar dari mereka khususnya dari Khammad bin Abi Sulaiman, seorang ulama besar terkemuka di Iraq.
Ketika Khammad bin Abi Sulaiman wafat, Abu Hanifah menggantikannya sebagai kaum muslimin di Iraq.
c. Akhlaqnya :
Abu Hanifah adalah seorang ulama yang pemberi dalam menyatakan kebenaran. Sebagaimana para ulama di jamannya. Sehingga dia harus mengalami banyak ujian.
Suatu kali, Yazid bin Umar bin Hubairoh, gubernur Irak pada masa pemerintahan raja Marwan, memintanya untuk menjabat sebagai hakim di Kufah. Namun, Abu Hanifah menolaknya. Sehingga dia dicambuk sebanyak 110 kali. Setiap hari 10 kali cambukan. Tapi, Abu Hanifah tetap teguh pada pendiriannya.
Ketika menyaksikan keteguhan pendirian Abu Hanifah, maka sang gubernur membebaskannya.
d. Dasar pemikiran madzah Abu Hanifah :
1. Al Qur’an
2. terlalu teliti dalam menerima hadist. Sehingga Abu Hanifah tidak mau menerima hadist, kecuali hadist mutawatir atau masyur.
3. menggampangkan qiyas.
4. kepatutan. Seperti : bila seseorang mewakafkan sebidang tanah pertanian, maka termasuk dalam wakaf tersebut segala bentuk pemanfaatannya. Seperti pengairan, minum dan lewat di atas tanah tersebut.
5. Kecerdikan untuk lepas dari kesulitan. Meskipun dasar pemikiran ini mendapat tantangan keras dari para ulama. Contohnya : Bila ada seorang pria yang bersumpah akan menyetubuhi istrinya di siang hari pada bulan Ramadhan. Maka, untuk melaksanakan sumpah tersebut tanpa harus menqodho 2 bulan berturut-turut atau membayar fidyah, Abu Hanifah berfatwa agar pria tersebut mengajak istrinya bepergian. Sehingga keduanya boleh membatalkan puasa, lalu melakukan persetubuhan.
e. Jasa Abu Hanifah dalam dunia ilmu Fiqih
Tidak bisa diragukan lagi, bahwa jasa Abu Hanifah di dunia fiqh sangat besar. Sehingga Imam Syafi’I pernah berujar bahwa semua ahli fiqh berhutang budi kepada Abu Hanifah.
Ada 2 orang pengikut fiqh Abu Hanifah yang menjadi ulama tersohor, mereka adalah Abu Yusuf dan Muhamad bin al Hasan.
Demikianlah sekelumit sejarah madzhab Abu Hanifah, yang kemudian dikenal sebagai Mazhab Hanafi.