Belum Ada Judul

Perjalanan hidup manusia, layaknya menggoreskan tinta dalam sekumpulan kertas bernama diary (baca:buku harian). Susah, senang, lara ataupun bahagia, semuanya terangkum dalam satu nama, fulan. Kecenderungan jiwa untuk merangkaikan untaian kisah manis dalam memori adalah salah satu sebab menjamurnya berbagai macam kegembiraan di periode kehidupan manusia. Entah itu hari lahir dengan potong kue, tahun baru dengan mandi kembang, hallowen dengan kostum aneh bin dandanan menyeramkan, bahkan mengkhususkan satu hari untuk sebuah rasa berlabel kasih sayang dengan bunga dan coklat.

Di masa ini, siapa yang tidak tahu (minimal mendengar) kata valentine?. Tidak hanya Anak Baru Gede di kota-kota besar yang sudah kasak kusuk begitu bulan Februari menjelang, tetapi masyarakat muda daerah pinggiran ataupun pelosok tidak ketinggalan latahnya. Dengan alasan universal, gaul ataupun yang terakhir dengan istilah gaya hidup metropolis.

Sayang disayang memang, kebutuhan untuk merasakan kebahagiaan (semu) itu menutup akal dan hati mereka, naudzubillah. Asal muasal tentang kisah hari valentine bermula misalnya, hanya sekilas angin lalu tanpa menyadari bahwa sebuah pemahaman baru tengah membahayakan keimanan.
“Barang siapa bertasyabbuh (menyerupai) dengan suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan dishahihkan Ibnu Hibban)
Tidak disangka, disaat menyangka sedang menorehkan sebuah kebahagiaan, ternyata hanyalah kebinasaaan. Dikala mengira melakukan hal yang bermanfaat, ternyata hanyalah kesiaan. Padahal telah dihijabi dua hari dimana kegembiraan di halalkan, “Dahulu kalian memiliki dua hari raya, dimana kalian bermain bersuka ria, kini Allah telah menggantikan keduanya dengan hari raya yang lebih baik, itulah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha” (HR. An-Nasa’i).

Tentu saja kebahagiaan (semu) yang diusahakan akan tertulis di buku harian sebagai kenangan indah, menurut parameter kita. Sebuah kenangan manis yang menjerumuskan, kesenangan yang tidak mampu membuat jiwa hidup dalam kebahagiaan abadi. Tetapi semua belum berakhir, masih belum ada judul di sampul diary kita. Selama nafas masih di kandung badan, masih terbuka banyak kesempatan untuk memperbaiki diri, menjadikan kenangan-kenangan terindah di dunia sebagai jalan pembuka kenikmatan yang abadi yang layak tersimpan dalam ‘illiyyin.
“(yaitu) kitab yang tertulis. Yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah). Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga).” (QS.Al-Muthaffifin: 20-22)